HUTANG JADI ALASAN PERCERAIAN, BISAKAH?

 

Hutang alasan cerai

Di dalam Pasal 19 PP No. 9 Tahun 1975 dan di dalam KHI No. 1 Tahun 1974 di sebutkan bahwa terdapat delapan alasan yang memperbolehkan mengajukan perceraian, enam alasan kita dapat temukan di dalam PP No. 9 Tahun 1975 yaitu:

  1. salah satu pihak berbuat zina atau pemabuk, pemadat dan lain sebagainyayang sukar disembuhkan. 
  2. salah satu pihak meninggalkan pihak yang lain dan  tanpa alasan yang sah atau karena hal lain diluar kemauannya. 
  3. salah satu pihak mendapat hukuman penjara 5 tahun atau hukuman yang lebih berat setelah perkawinan berlangsung. 
  4. salah satu pihak melakukan kekejaman atau penganiayaan berat terhadap pihak lain. 
  5. salah satu pihak mendapat cacat badan atau penyakit yang menyebabkan tidak dapat menjalankan kewajibannya sebagai suami istri. Keenam, antara suami istri terus menerus terjadi perselisihan dan pertengkaran dan tidaka ada harapan akan hidup rukun lagi dalam rumah tangga.

Sedangkan di dalam KHI ada penambahan dua alasan, yaitu suami melanggar ta’lik talak, dan terjadinya peralihan agama atau murtad yang mengakibatkan terjadinya ketidak rukunan dalam rumah tangga.

Dari 8 alasan tersebut boleh mengajukan perceraian menurut Peraturan alasan perceraian. hutang tidak bisa dijadikan sebagai alasan perceraian diduga kuat karena adanya materi Undang-Undang yang mengatur tentang harta bersama. 

Dalam Perundang-undangan Indonesia Pasal 35 ayat (1) UU No. 1 Tahun 1974 tentang perkawinan ayat (1) dan (2) dinyatakan: 

  1. Harta benda yang diperoleh selama perkawinan menjadi harta bersama. 
  2. Harta bawaan dari masing-masing suami istri dan harta benda yang diperoleh masing-masing sebagai hadiah atau warisan, adalah dibawah penguasaan masing-masing sepanjang para pihak tidak menentukan lain. 

Dalam penggunaan harta bersama diatur bahwa jika suami istri masih terikat dalam perkawinan maka semua tindakan terhadap harta bersama dilakukan atas dasar kesepakatan kedua belah pihak. Suami istri memiliki hak dan kewajiban yang sama terhadap harta kekayaan keluarga dalam bentuk harta bersama tersebut. 

Semua kebutuhan keluarga diambil dari harta bersama. Dengan demikian jika terjadi pemenuhan kebutuhan keluarga ditempuh dengan cara berhutang pada pihak lain, maka konsekuensi logisnya adalah suami istri harus sama-sama bertanggung jawab atas pelunasan hutang tersebut, sehingga wajar jika Undang-Undang Perkawinan di Indonesia tidak menjadikan hutang sebagai alasan perceraian. 

Selanjunya jika suami atau istri berhutang kepada orang lain untuk memenuhi kebutuhan pribadi masing-masing tanpa sepengetahuan suami atau istri, maka hal tersebut tidak dapat dipertanggung jawabkan kepada harta suami atau istri, karena hutang pribadi tidak dapat diambil pelunasannya dari harta pribadi pasangan dan tidak dapat diambil pelunasannya dari harta bersama akibat tidak adanya persetujuan dari kedua belah pihak. 


Lawyer Indonesia
Lawyer Indonesia Advokat / Pengacara/Konsultan Hukum

Tidak ada komentar untuk "HUTANG JADI ALASAN PERCERAIAN, BISAKAH? "